Trivia
Mengenali Doom Spending: Mengapa Belanja Impulsif Semakin Marak di Tengah Krisis Ekonomi?
Anisatul Khanifah
Senin, 13 Oktober 2025
Doom Spending

Beberapa waktu terakhir, media sosial ramai membahas fenomena Doom Spending yang tengah menjadi sorotan banyak orang. Kebiasaan ini dinilai bisa membuat Gen Z dan milenial semakin rentan secara finansial. Bahkan, banyak yang mulai khawatir dengan dampak jangka panjangnya bagi kesejahteraan mereka.

Pernahkah Sobat merasa terdorong untuk belanja demi menghibur diri saat stres atau cemas tentang masa depan? Kalau iya, itu bisa jadi Sobat terkena gejala Doom Spending. Konsumsi impulsif seperti ini tampak menyenangkan sesaat, tapi sebenarnya berisiko bagi keuangan jangka panjang. Mari kita simak agar Sobat lebih bijak menghadapi kebiasaan ini.

 Apa itu Doom Spending?  

Menurut Psychology Today, Doom Spending adalah kebiasaan mengeluarkan uang tanpa berpikir panjang, untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Aktivitas ini muncul sebagai pelarian dari stres, cemas, atau kekhawatiran tentang kondisi ekonomi. Fenomena ini mulai menonjol pasca pandemi, dan jadi perbincangan hangat di media sosial.

Kebiasaan ini biasanya terlihat pada pengeluaran mewah, seperti liburan singkat, makan di restoran mahal, atau membeli barang yang hanya memberi kepuasan sesaat. Mereka yang melakukannya merasa ringan mengeluarkan uang, meski dana tabungan atau rencana finansial jangka panjang belum aman. Kepuasan instan jadi magnet utamanya.

 Mengapa Orang Melakukan Doom Spending? 

Salah satu alasan utama orang melakukan Doom Spending adalah stres. Banyak Gen Z dan milenial merasa tekanan ekonomi dan ketidakpastian masa depan membuat mereka ingin melepaskan diri dengan belanja. Aktivitas ini memberi sensasi lega sesaat. Fenomena self reward dan budaya media sosial makin memperkuat dorongan konsumsi impulsif ini.

Faktor psikologis lain termasuk FOMO alias fear of missing out. Contohnya, membeli kopi mahal atau barang tren terbaru meski anggaran terbatas. Sensasi dopamin dari kepuasan instan membuat sulit berhenti. Belanja jadi cara cepat menenangkan pikiran, seakan memberi kendali di tengah hidup yang penuh tekanan.

Fenomena ini lebih terasa di generasi digital seperti sekarang. Akses mudah ke e-commerce dan promosi daring membuat pembelian impulsif lebih sering terjadi. Gen Z dan milenial cenderung mengikuti tren glamor di media sosial, meski kondisi keuangan tidak mendukung. Hal ini membuat lingkaran Doom Spending semakin kuat dan sulit diputus.

 Dampak Doom Spending terhadap Keuangan

1. Risiko Utang Menumpuk 

Doom Spending dapat membuat utang cepat menumpuk. Banyak Gen Z dan milenial memakai kartu kredit atau pinjaman online untuk membeli barang secara impulsif. Alih-alih merasa senang, mereka kerap pusing ketika tagihan datang, dan tekanan finansial malah meningkat daripada berkurang.

Selain itu, pola ini dapat mengurangi kemampuan menabung. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan penting malah habis untuk pembelian instan. Akibatnya, mereka kesulitan membangun dana darurat dan aset jangka panjang, yang pada akhirnya memengaruhi kestabilan keuangan pribadi secara menyeluruh.

2. Kesulitan Menabung dan Investasi

Generasi muda yang percaya menabung sia-sia cenderung hidup untuk saat ini. Mereka merasa tujuan keuangan sulit dicapai, sehingga menunda investasi atau menyiapkan dana masa depan. Kebiasaan ini menciptakan ketidakseimbangan dalam ekonomi konsumen yang seharusnya menjadi penggerak utama perekonomian.

Dampak jangka panjangnya, kemampuan finansial untuk menghadapi krisis menurun. Tanpa tabungan atau investasi, generasi muda rentan terhadap ketidakpastian ekonomi. Hal ini bisa memengaruhi stabilitas keuangan pribadi dan membuat mereka sulit membangun aset atau mencapai kebebasan finansial di masa depan.

3. Ilusi Kesejahteraan

Doom Spending memberi kesan bahwa hidup sedang menyenangkan, padahal kenyataannya tidak. Perasaan senang bersifat sementara, dan tagihan serta utang menunggu di belakang. Alih-alih healing, banyak orang justru merasa cemas dan tertekan setelah menghabiskan uang untuk kesenangan sesaat.

Fenomena ini juga dapat memengaruhi persepsi diri. Konsumsi berlebihan membuat generasi muda merasa seolah mengikuti tren dan gaya hidup populer. Padahal, di balik itu, mereka berisiko kehilangan kontrol atas keuangan dan kesulitan membangun stabilitas finansial untuk masa depan.

4. Dampak pada Produktivitas dan Kesejahteraan

Kebiasaan belanja impulsif yang dipicu stres tidak meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, orang yang terjebak Doom Spending sering merasa kewalahan mengelola keuangan, sehingga sulit merencanakan masa depan. Tekanan sosial dari media sosial memperkuat pola ini, menciptakan siklus stres dan konsumsi berlebihan yang berulang.

Selain itu, kesejahteraan mental dapat ikut terdampak. Dorongan untuk selalu “ikut tren” dan membeli barang instan membuat seseorang kehilangan kontrol atas pengeluaran. Akibatnya, selain keuangan terganggu, rasa puas terhadap diri sendiri dan kualitas hidup secara keseluruhan juga menurun.

Baca Juga: 7 Tanda Sobat Punya Kebiasaan Financial Red Flag – Treasury

Cara Menghindari Doom Spending

1. Catat Pengeluaran Impulsif

Mencatat semua pembelian spontan membantu Sobat menyadari kebiasaan belanja tanpa rencana. Dengan melihat pola pengeluaran, kamu bisa mengenali kapan dorongan untuk membeli muncul, apa pemicunya, dan mulai belajar mengendalikan diri agar keuangan tetap aman.

Selain itu, catatan ini memungkinkan kamu menilai prioritas. Apakah barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan atau hanya memuaskan keinginan sesaat. Dengan latihan sederhana ini, risiko Doom Spending bisa berkurang, dan Sobat mulai lebih bijak dalam mengelola uang.

2. Terapkan Prinsip 24 Jam

Sebelum membeli barang yang tidak penting, tunggu minimal 24 jam. Cara ini memberi waktu untuk menilai apakah pembelian benar-benar perlu atau hanya dorongan emosional. Seringkali, setelah jeda, keinginan impulsif akan mereda, dan keputusan menjadi lebih rasional.

Prinsip ini juga mengajarkan kesabaran dalam mengelola uang. Alih-alih terburu-buru membeli, Sobat bisa memikirkan alternatif lain atau menabung untuk kebutuhan lebih penting. Dengan latihan konsisten, 24 jam jeda menjadi kebiasaan efektif melawan Doom Spending.

3. Pisahkan Uang Kebutuhan dan Hiburan

Membagi anggaran menjadi dua kategori jelas, kebutuhan dan hiburan, memudahkan pengendalian diri. Saat dana hiburan habis, otomatis Sobat berhenti mengeluarkan uang. Strategi sederhana ini menjaga keseimbangan antara kesenangan sesaat dan tanggung jawab finansial jangka panjang.

Selain itu, pemisahan ini membantu melihat seberapa banyak yang benar-benar diperlukan untuk hidup sehari-hari. Dengan begitu, kamu tidak lagi bingung memilih antara kebutuhan penting atau keinginan impulsif. Pola ini mendukung kebiasaan finansial lebih sehat dan terkontrol.

4. Cari Reward Non-Materi

Temukan kepuasan tanpa harus mengeluarkan uang, misalnya berolahraga, menekuni hobi, atau menghabiskan waktu berkualitas bersama teman dan keluarga. Aktivitas ini memberi rasa bahagia yang sehat, sekaligus mengurangi dorongan mencari kesenangan instan melalui belanja.

Reward non-materi juga mengajarkan Sobat menikmati hidup tanpa mengorbankan keuangan. Dengan rutin melakukan kegiatan ini, kebutuhan emosional tetap terpenuhi, tapi tanpa risiko utang atau kebiasaan impulsif. Ini strategi jitu untuk memutus siklus Doom Spending.

5. Edukasi Finansial dan Waspada Promosi

Memahami risiko utang, pentingnya menabung, dan cara merencanakan masa depan membuat generasi muda lebih sadar dalam mengelola uang. Edukasi finansial membuka kesadaran tentang investasi, pengelolaan aset, dan prioritas pengeluaran agar keuangan tetap stabil.

Selain itu, hati-hati terhadap iklan daring dan promo e-commerce yang memicu pembelian impulsif. Batasi waktu berselancar di platform belanja online dan pertimbangkan setiap pembelian. Strategi ini membantu menahan dorongan sesaat, menjaga keseimbangan antara kepuasan instan dan tanggung jawab finansial jangka panjang.

Doom Spending bukan sekadar tren, tapi fenomena global yang meningkat di kalangan Gen Z dan milenial. Istilah ini populer di media sosial akhir 2024. Belanja boleh jadi hiburan, tapi penting tetap sadar dan mengatur pengeluaran agar keuangan jangka panjang tetap aman.

Fenomena ini sekaligus membuka peluang bagi Sobat untuk mulai memikirkan investasi cerdas. Alih-alih hanya menghabiskan uang, memindahkan sebagian dana ke Treasury atau instrumen investasi aman bisa memberikan perlindungan sekaligus pertumbuhan finansial. Jadi, belanja tetap seru, tapi tabungan dan investasi jangan sampai tertinggal.

Artikel Populer
Keuntungan Investasi Emas Digital
Trivia
Sobat Wajib Tau! 5 Keuntungan Investasi Emas Digital
Jumat, 26 Juli 2024
Tips Keuangan
Mimpi Jadi Kaya? Gini Caranya!
Selasa, 21 Juni 2022
Kabar Emas
Tren Naik, Awal Tahun Jadi Titik Cerah bagi Pergerakan Harga Emas
Rabu, 03 Januari 2024