Money dysmorphia adalah kondisi emosional yang semakin banyak dialami oleh generasi muda. Money dysmorphia terjadi ketika seseorang merasa cemas, tidak puas atas, atau tertekan terhadap kondisi keuangan mereka, meski secara objektif belum tentu ada masalah serius.
Di tengah gempuran konten media sosial, gaya hidup serba instan, dan tekanan sosial mengenai seseorang yang sukses usia muda, money dysmorphia muncul diam-diam dan bisa berdampak besar dalam jangka panjang.
Memahami money dysmorphia sangat penting agar Sobat bisa menghindari jebakan perasaan tidak cukup, belajar mencintai proses finansial diri sendiri, dan merancang langkah-langkah yang lebih tepat secara ekonomi dan emosional.
Apa Itu Money Dysmorphia
Money dysmorphia adalah ketidaknyamanan emosional yang muncul akibat persepsi negatif terhadap kondisi keuangan pribadi. Orang yang mengalami money dysmorphia cenderung merasa gagal, stres, atau malu atas apa yang dimilikinya saat ini. Padahal, realitanya mereka belum tentu dalam situasi keuangan yang buruk.
Orang-orang yang mengalami money dysmorphia biasanya merasa takut kekurangan uang padahal memiliki tabungan yang cukup, merasa gagal karena penghasilan tidak sebesar orang lain, dan selalu berpikir orang lain selalu lebih sukses secara finansial.
Money dysmorphia ini berbeda dengan masalah keuangan biasa. Ini bukan tentang kekurangan uang secara faktual, tetapi tentang perasaan bahwa kondisi keuangan selalu salah, selalu kurang, dan tidak pernah memuaskan.
Penyebab Money Dysmorphia
1. Terlalu Sering Membandingkan Diri di Media Sosial
Salah satu penyebab utama money dysmorphia adalah kebiasaan membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di media sosial. Saat Sobat melihat konten tentang pencapaian finansial orang lain, seperti membeli rumah, liburan mewah, atau punya bisnis sendiri, perasaan tidak cukup dan tertinggal bisa muncul secara tidak sadar.
Padahal, realita di balik layar belum tentu seperti yang terlihat. Banyak unggahan hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang, tanpa memperlihatkan proses, utang, atau tekanan yang mereka hadapi.
Jika terus-menerus membandingkan diri, Sobat akan merasa tidak pernah cukup meski sebenarnya sudah berada dalam kondisi finansial yang stabil.
2. Kurangnya Literasi Keuangan
Ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan mengenai finansial juga bisa menjadi penyebab money dysmorphia. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan kita memiliki persepsi yang salah tentang uang.
Dengan tidak adanya pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan dengan baik, membuat Sobat seringkali lebih fokus pada keinginan untuk tampil glamor dibandingkan dengan kebutuhan dasar yang sesungguhnya.
3. Tekanan Sosial
Ekspektasi dari lingkungan sekitar, termasuk keluarga, sering kali menciptakan tekanan tersendiri. Misalnya, orang tua yang menginginkan anaknya segera mapan secara finansial, atau teman sebaya yang sudah terlihat sukses di usia muda. Semua ini bisa membuat Sobat merasa gagal jika belum berada di titik yang sama.
Akibatnya, muncul dorongan untuk mencapai standar tertentu secara cepat tanpa mempertimbangkan kesiapan finansial pribadi. Tekanan seperti ini memicu munculnya money dysmorphia, karena seseorang mulai merasa bahwa apa pun yang dilakukan belum cukup untuk memenuhi ekspektasi eksternal.
Cara Mengatasi Money Dysmorphia
1. Sadari dan Akui Perasaan yang Muncul
Langkah pertama untuk mengatasi money dysmorphia adalah menyadari dan mengakui bahwa perasaan negatif terhadap keuangan itu nyata dan valid. Sobat tidak perlu merasa malu jika merasa cemas, iri, atau minder karena kondisi finansial sendiri. Perasaan ini adalah bagian dari proses memahami hubungan emosional kita dengan uang.
Dengan menerima perasaan tersebut, Sobat bisa mulai memahami sumber masalahnya. Apakah rasa cemas muncul karena membandingkan diri, karena pengalaman buruk masa lalu, atau karena ekspektasi yang terlalu tinggi. Ketika perasaan itu dikenali dan dihadapi, barulah bisa muncul keinginan untuk berubah.
2. Batasi Konsumsi Media Sosial yang Memicu Perbandingan
Jika Sobat menyadari bahwa media sosial sering kali membuat diri merasa kurang atau gagal secara finansial, tidak ada salahnya mengambil jeda sejenak. Unfollow akun-akun yang memicu perasaan insecure dan lebih banyak ikuti akun yang memberikan edukasi keuangan secara realistis dan membumi.
Kesehatan mental jauh lebih penting daripada mengikuti tren. Dengan membatasi paparan terhadap konten yang menciptakan tekanan sosial, Sobat akan lebih fokus pada kondisi finansial pribadi, bukan pada pencapaian orang lain. Ini membantu Sobat membangun rasa syukur dan menghargai proses yang sedang dijalani.
3. Edukasi Diri tentang Pengelolaan Uang
Kurangnya pemahaman tentang keuangan seringkali jadi akar dari money dysmorphia. Oleh karena itu, penting bagi Sobat untuk membekali diri dengan pengetahuan dasar tentang budgeting, investasi, menabung, dan mengelola utang. Tidak perlu rumit, bisa dimulai dari buku, podcast, atau konten edukatif di media sosial.
Dengan edukasi, Sobat akan punya dasar yang kuat untuk mengambil keputusan finansial yang lebih bijak. Selain itu, pengetahuan juga membangun rasa percaya diri karena Sobat tahu apa yang Sobat lakukan. Semakin paham, semakin kecil peluang perasaan negatif mendominasi pikiranmu saat bicara soal uang.
Money dysmorphia memang bisa terasa berat, tetapi Sobat bisa mulai mengendalikan perasaan itu dengan mengambil langkah nyata. Salah satunya adalah mulai menabung dan berinvestasi secara perlahan namun pasti.
Dengan memiliki rencana finansial jangka panjang, Sobat akan merasa lebih tenang dan tidak mudah terpengaruh tekanan eksternal. Kini saatnya Sobat bergerak dari tekanan menuju ketenangan finansial. Tidak harus dalam jumlah besar, yang penting berani memulai.